Berita

Dampak Omnibus Law Bagi Masa Depan Penyiaran Indonesia

Jakarta – Kamis (05/11/2020) Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Nasional (UNAS) bekerjasama dengan Program Studi Komunikasi Universitas Siber Asia (UNSIA) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi DKI Jakarta mengadakan webinar bertajuk Forum Diskusi Komunikasi (FDK) yang mengusung tema “Dampak Omnibus Law Bagi Masa Depan Penyiaran Indonesia”. Bertujuan sebagai wadah yang merefleksikan berbagai perspektif para akademisi komunikasi dalam menyikapi dinamika dan perubahan, termasuk perkembangan regulasi dunia penyiaran di Indonesia.

FDK kelima ini dihadiri sebanyak 250 peserta dari kalangan mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi UNAS dan Prodi Komunikasi UNSIA, para praktisi dan umum, dengan menggandeng Media partner, diantaranya; UNAS TV, UNAS Radio, UNSIA TV, Radio Frambors, dan Radio Elshinta. Acara ini dipandu oleh Moderator Rosanah, M.I.Kom., AMIPR, selaku Ketua Program Studi Komunikasi UNSIA.

Sebagai pembuka, sambutan dari Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UNAS yang diwakilkan oleh Nursatyo, M.Si. Pada sambutannya, Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi UNAS tersebut menyampaikan bahwa tema yang diangkat dalam webinar kali ini sangat aktual yang menimbulkan berbagai macam dinamika. Acara ini diharapkan dapat menstimulus terhadap kontribusi aktif dari berbagai kalangan khususnya dalam mencermati terkait regulasi penyiaran Indonesia.

Sambutan kedua, disampaikan oleh Agung Suprio sebagai Ketua KPI Pusat. Suprio menyampaikan bahwa Undang-undang (UU) Omnibus Law Nomor 32 terdapat berbagai perdebatan mengenai masa depan penyiaran, “Apakah Omnibus Law ini mengambil sebagian kewenangan KPI dalam mengawasi penyiaran?

Lebih lanjut, suprio menjelaskan dalam perjalanannya UU mengenai penyiaran mengalami beberapa perubahan. Pertama di tahun 2004 redaksi mengenai penyiaran berbunyi “disusun oleh KPI bersama Pemerintah”. Namun demikian Mahkamah Konstitusi (MK) merubah frase tersebut menjadi “disusun oleh Pemerintah” tanpa melibatkan KPI di dalamnya. Hal tersebut merupakan hasil gugatan yang dilayangkan ke MK yang bersifat final dan mengikat. Kedua, terkait dengan kepemilikan atau oligarki penyiaran, dalam UU Penyiran No.32 sangat jelas ada larangan kepemilikan media TV dalam jumlah banyak.

“Televisi di Indonesia masih berbasis analog. Artinya Televisi sebagai suatu produk atau alat dan sebagai sistem yang terkait dengan frekuensi. Pada Tahun 2022 mendatang, Televisi akan mengalami perpindahan dan perubahan menjadi digital sistem. Digital disini dapat dimaknai sebagai perkembangan kualitas penyiaran Tv seperti lebih jernih, frekuensi lebih hemat dan terakhir akan melahirkan Tv-Tv digital dengan berbagai macam konten. “Saya berfikir tema ini menjadi menarik, pertama dapat memberikan pencerahan terkait proses regulasi penyiaran, kedua mengenai peran KPI setelah terbitnya Omnibus Law dan ketiga, mengenai partisipasi publik terhadap penyiaran” pungkas Suprio.

Webinar penyiaran ini menghadirkan narasumber Th. Bambang Pamungkas, M.I.Kom, selaku Kominsioner KPID Provinsi DKI Jakarta yang juga merupakan Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi UNAS. Dalam pemaparannya, Bambang menjelaskan penyiaran di Indonesia memasuki paradigma baru mengenai digitalisasi yang terdapat pada UU cipta kerja (Omnibus Law). Dengan disahkan UU cipta kerja ini kita ucapkan “selamat dalang era digitalisasi”, artinya payung hukum mengenai hal ini sudah mendapat pengesahan resmi dari pemerintah. Perubahan ini (digitalisasi) akan berdampak pada perkembangan jaringan internet berbasis 5.0, yaitu akses digital akan lebih mudah, lebih cepat dan lebih murah.

“Memasuki era revolusi 5.0 yang ditandai dengan maraknya media masa yang tumbuh berkembang bagaikan “jamur dimusim hujan”. UU Nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja dibidang penyiaran merupakan suatu terobosan sendiri dalam agenda utama terkait digitalisasi. Dalam ayat 1 dijelaskan bahwa “Penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi, termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital”. Artinya mau tidak mau, suka tidak suka, penyiaran harus masuk ke ruang digitalisasi, kita dituntut untuk memasuki wilayah digitalisasi”, tandas Bambang.

Diakhir presentasi, Bambang menegaskan bahwa digitalisasi merupakan sebuah dampak positif dari UU cipta kerja, bahwa pemerintah sangat komitmen dan serius untuk segera memasuki era digitalisasi. Rekomendasi yang muncul terkait hal ini yaitu pemerintah harus melakukan uji publik sebagai upaya tidak terjadinya dominasi tehadap suatu pihak atas berbagai kepentingan. Oleh Karena itu, KPID berkomitmen dan mengajak seluruh masyarakat berpartisipasi aktif dalam mengawal pelaksanaan penyiaran demi kepentingan publik. (prodikom).